Koalisi Kejujuran dan Potret Buram Dunia Pendidikan
KAMIS, 16 JUNI 2011 |
Sejumlah siswa SD di desa Muara Kaman Ilir, Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur menggunakan perahu untuk mengikuti Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (10/5). TEMPO/Firman Hidayat
TEMPO Interaktif, Jakarta - Catatan karut-marutnya dunia pendidikan di Indonesia seperti air bah. Masalah dan korban berkelindan. Kasus Siami, ibu Al yang diperintah gurunya memberi sontekan bagi teman-temannya di Sekolah Dasar Negeri 2 Gadel Surabaya, hanya satu contoh kekisruhan dunia pendidikan Indonesia masa kini.
Ketua Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan Indonesia Handaru Widjatmiko mengingatkan, dalam perlawanan terhadap ketidakjujuran, energi lebih besar dibutuhkan. Pasalnya, perlawanan terhadap kejujuran pun sangat keras dan terjadi di segala bidang, termasuk pendidikan.
Tahun lalu, Handaru dan beberapa kawannya melaporkan dugaan korupsi di Sekolah Dasar Negeri Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional 12 Pagi Rawamangun ke kepolisian dan kejaksaan. Dampaknya, sejumlah anak para aktivis aliansi diintimidasi di sekolah masing-masing.
Anak Handaru yang duduk di kelas enam sekolah dasar dilarang ikut ujian karena aktivitas orang tuanya. Handaru akhirnya memutuskan mencabut laporan di kepolisian dan kejaksaan. "Saya buat (pencabutan laporan) dengan terpaksa, baru anak saya boleh ikut ujian," kata Handaru dalam acara deklarasi Koalisi Masyarakat Pendukung Kejujuran Ibu Siami di Mahkamah Konstitusi, Kamis, 16 Juni 2011.
Handaru kemudian melaporkan kasus itu ke Dinas Pendidikan dan Kepolisian, tapi tidak ditindaklanjuti. Handaru mengatakan, anak kawan-kawannya juga mengalami nasib serupa. Bukan saja ujian dipersulit, anak mereka juga dikeluarkan dari sekolahnya, bahkan sulit melanjutkan ke jenjang berikutnya. "Anak tidak bisa diterima di sekolah tertentu karena kasus yang kami perjuangkan," kata Handari.
Koalisi Pendukung Kejujuran mencatat masih banyak korban sistem pendidikan Indonesia. Contohnya, Fino Che Guevara, murid SMP Garut yang berusaha jujur mengungkapkan kejanggalan atas hasil ujian nasionalnya. Upayanya justru berbuah sanksi dari pemerintah. Ada pula Kamal Fikri, guru SMK Negeri Kota Cilegon, membela murid yang mengaku mendapatkan sontekan ujian nasional. Keberaniannya membela kejujuran murid tersebut memaksanya berhenti mengajar.
Nur Hidayatusholihah, murid SMA Muhammadiyah 1 Kali Rejo Lampung, harus mengulang belajar selama tiga tahun karena ingin lulus secara jujur. Sementara murid lain yang berkemampuan akademis lebih rendah malah lulus ujian nasional dengan mudah. Sedangkan Irma Winda Lubis, seorang ibu murid SD 06 Pesanggrahan Jakarta, mengungkapkan pemaksaan ketidakjujuran pihak sekolah pada anaknya. Anaknya dipaksa memberikan sontekan pada teman-temannya lain pada saat ujian akhir nasional SD. Ia telah mengadukan kasusnya kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Koalisi mendesak negara dan masyarakat mengoptimalkan kekuatan untuk menjaga prinsip keadilan dan kejujuran, serta menegakkan pembangunan integritas dan memberantas korupsi. Koalisi mengajak seluruh komponen bangsa menjunjung tinggi nilai kejujuran, sekaligus mengajak masyarakat kampung Gadel mendukung sikap jujur Siami dan keluarganya. Pemerintah dituntut meninjau kembali sistem pendidikan nasional dan menghapus ujian nasional di semua jenjang pendidikan.
Seidkitnya ada 14 organisasi yang tergabung dalam koalisi itu. Antara lain, Federasi Serikat Guru Indonesia, Aliansi Orang Tua Murid Peduli Pendidikan, Tempo Institute, Masyarakat Transparansi Indonesia, Rumah Untuk Kejujuran, Transparansi Internasional Indonesia, Koalisi Pendidikan, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Ada pula KontraS, Perhimpunan Indonesia Tionghoa, Himpunan Alumni Fateta Institut Pertanian Bogor, Alumni Institut Teknologi Bandung Angkatan 1975, Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award, serta Indonesia Corruption Watch.
Ketua Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan Indonesia Handaru Widjatmiko mengingatkan, dalam perlawanan terhadap ketidakjujuran, energi lebih besar dibutuhkan. Pasalnya, perlawanan terhadap kejujuran pun sangat keras dan terjadi di segala bidang, termasuk pendidikan.
Tahun lalu, Handaru dan beberapa kawannya melaporkan dugaan korupsi di Sekolah Dasar Negeri Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional 12 Pagi Rawamangun ke kepolisian dan kejaksaan. Dampaknya, sejumlah anak para aktivis aliansi diintimidasi di sekolah masing-masing.
Anak Handaru yang duduk di kelas enam sekolah dasar dilarang ikut ujian karena aktivitas orang tuanya. Handaru akhirnya memutuskan mencabut laporan di kepolisian dan kejaksaan. "Saya buat (pencabutan laporan) dengan terpaksa, baru anak saya boleh ikut ujian," kata Handaru dalam acara deklarasi Koalisi Masyarakat Pendukung Kejujuran Ibu Siami di Mahkamah Konstitusi, Kamis, 16 Juni 2011.
Handaru kemudian melaporkan kasus itu ke Dinas Pendidikan dan Kepolisian, tapi tidak ditindaklanjuti. Handaru mengatakan, anak kawan-kawannya juga mengalami nasib serupa. Bukan saja ujian dipersulit, anak mereka juga dikeluarkan dari sekolahnya, bahkan sulit melanjutkan ke jenjang berikutnya. "Anak tidak bisa diterima di sekolah tertentu karena kasus yang kami perjuangkan," kata Handari.
Koalisi Pendukung Kejujuran mencatat masih banyak korban sistem pendidikan Indonesia. Contohnya, Fino Che Guevara, murid SMP Garut yang berusaha jujur mengungkapkan kejanggalan atas hasil ujian nasionalnya. Upayanya justru berbuah sanksi dari pemerintah. Ada pula Kamal Fikri, guru SMK Negeri Kota Cilegon, membela murid yang mengaku mendapatkan sontekan ujian nasional. Keberaniannya membela kejujuran murid tersebut memaksanya berhenti mengajar.
Nur Hidayatusholihah, murid SMA Muhammadiyah 1 Kali Rejo Lampung, harus mengulang belajar selama tiga tahun karena ingin lulus secara jujur. Sementara murid lain yang berkemampuan akademis lebih rendah malah lulus ujian nasional dengan mudah. Sedangkan Irma Winda Lubis, seorang ibu murid SD 06 Pesanggrahan Jakarta, mengungkapkan pemaksaan ketidakjujuran pihak sekolah pada anaknya. Anaknya dipaksa memberikan sontekan pada teman-temannya lain pada saat ujian akhir nasional SD. Ia telah mengadukan kasusnya kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Koalisi mendesak negara dan masyarakat mengoptimalkan kekuatan untuk menjaga prinsip keadilan dan kejujuran, serta menegakkan pembangunan integritas dan memberantas korupsi. Koalisi mengajak seluruh komponen bangsa menjunjung tinggi nilai kejujuran, sekaligus mengajak masyarakat kampung Gadel mendukung sikap jujur Siami dan keluarganya. Pemerintah dituntut meninjau kembali sistem pendidikan nasional dan menghapus ujian nasional di semua jenjang pendidikan.
Seidkitnya ada 14 organisasi yang tergabung dalam koalisi itu. Antara lain, Federasi Serikat Guru Indonesia, Aliansi Orang Tua Murid Peduli Pendidikan, Tempo Institute, Masyarakat Transparansi Indonesia, Rumah Untuk Kejujuran, Transparansi Internasional Indonesia, Koalisi Pendidikan, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Ada pula KontraS, Perhimpunan Indonesia Tionghoa, Himpunan Alumni Fateta Institut Pertanian Bogor, Alumni Institut Teknologi Bandung Angkatan 1975, Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award, serta Indonesia Corruption Watch.
Sumber: koran Tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar