Musibah Gunung Berapi Beserta Dampak yang Ditimbulkannya
Bencana alam adalah hal yang tak boleh dipandang sepele. Begitu banyak kerusakan, kerugian materi dan yang paling mengenaskan adalah hilangnya ratusan hingga ribuan nyawa karena kemurkaan alam. Setelah Wasior dan Mentawai kini giliran gunung Merapi meletus.
Bencana selalu menimbulkan tragedi dan kepanikan massa. Semua pihak saling bersitegang untuk segera melakukan tugas–tugas darurat menolong para korban. Sesungguhnya semua penanggulangan bencana akan lebih terorganisir jika pemerintah dan masyarakat terus-menerus belajar dari berbagai peristiwa yang telah lalu. Pengalaman seharusnya membuat kita semua lebih sigap dan pandai mengendalikan situasi. Gunung Merapi meletus merupakan batu ujian bagi kesigapan semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi massa, penduduk di desa-desa seputar Merapi maupun seluruh lapisan masyarakat. Nah sudahkah kita belajar?
Edukasi adalah tindakan pencegahan berlaku ceroboh. Masyarakat yang berdiam di pedesaan barangkali sikapnya lebih pasif dibanding masyarakat perkotaan yang menggeliat dalam melakukan segala aktivitasnya. Ada baiknya sejak dini pemerintah mengedukasi masyarakat yang bermukim di pedesaan atau daerah-daerah terpencil tentang berbahayanya bencana alam. Barangkali keseluruhan proses tidak hanya sekedar memberitahukan bahayanya jika terjadi banjir bandang atau seperti sekarang ini bahayanya gunung Merapi meletus. Namun juga penting untuk melakukan kampanye seperti go green dan issue global warming.
Penghijauan, kecintaan pada hutan dan alam harus ditingkatkan. Alam tidak akan sanggup bertahan jika kita sebagai penghuninya terus-menerus menganiaya alam itu sendiri. Bahkan masih banyak masyarakat perkotaan yang belum mengerti pentingnya recycle dan mengurangi penggunaan plastik. Sampah yang kita hasilkan begitu banyak hingga akhirnya menimbun kita sendiri! Tak heran jika akhir-akhir ini alam makin bergolak dan membuat kita harus sangat waspada.
Gunung Merapi meletus juga memakan banyak korban karena penduduk yang bertahan pada pendiriannya untuk terus menetap di desa. Sekalipun pemerintah telah berusaha memberikan penyuluhan, mereka tetap keras kepala. Mengapa? Karena semuanya tidak melewati sebuah proses bertahap. Yang terjadi adalah proses tabrak sana-sini, darurat dan dilakukan pada detik terakhir. Tidak ada penampungan yang disiapkan jauh-jauh hari, tidak ada dana darurat bagi kesediaan pangan para korban, tidak ada kompensasi bagi peternak dan petani yang merugi, tidak ada alternatif penanggulangan masalah yang serius seperti transmigrasi yang dapat segera dilaksanakan. Semuanya masih berupa gagasan yang acak-adul dan beredar dari mulut ke mulut. Wajar jika masyarakat Merapi akhirnya bertahan pada harta miliknya yang tidak seberapa itu dan tetap berada di Merapi. Lagi-lagi sudahkah kita belajar?
Rakyat Indonesia adalah rakyat yang sabar dan penuh rasa persaudaraan. Ke-bhinneka tunggal ika-an yang ditanamkan kepada kita semua sejak dini sungguh merasuk dalam kalbu. Setiap kali terjadi bencana, termasuk bencana gunung Merapi meletus, selalu menimbulkan kegotong-royongan massal. Semua lapisan masyarakat tidak lagi sekedar menanti kecekatan para pejabat pemerintah namun langsung terjun sendiri menggalang dana besar-besaran. Semua lembaga dari anak SD hingga mahasiswa, mesjid, gereja, TV Swasta, artis, bahkan barangkali organisasi arisan ibu-ibu semuanya bangkit bersatu berupaya mengumpulkan dana. Gunung Merapi meletus disatu sisi sangat menyayat hati, disisi lain bangkitnya semangat persaudaraan sungguh mengagumkan!
Dampak dari Musibah Gunung Meletus
Bangsa Indonesia kini tengah dilanda bencana bertubi-tubi. Salah satunya yang akan saya bahas kali ini mengenai meletusnya gunung Merapi yang mengakibatkan banyak korban meninggal karena awan panas dan juga korban pengungsian lainnya yang telah kehilangan banyak harta benda dan juga sanak saudara mereka. Kita sebagai warga Indonesia ikut merasakan beratnya penderitaan yang harus dihadapi masyarakat akibat letusan Gunung Merapi.
Hingga kini jumlah warga yang harus mengungsi dari rumahnya sudah hampir mencapai 200.000 jiwa. Mereka untuk sementara harus tinggal di tempat yang sangat terbatas fasilitasnya. Angka 200.000 jiwa jelas bukan angka yang kecil. Kalau saja setiap orang sekali makan membutuhkan 50 gram beras, maka satu hari dibutuhkan sekitar 30 ton beras untuk makannya para pengungsi. Belum kita bicara soal lauk pauknya.
Selain pangan, para pengungsi membutuhkan pakaian untuk berganti. Mereka butuh selimut ketika malam menjelang agar tidak kedinginan. Mereka membutuhkan juga kamar mandi untuk membersihkan diri. Ini semua menuntut penanganan yang tidak ringan. Bahkan tidak salah apabila kita katakan membutuhkan kerja besar. Membutuhkan sebuah organisasi yang profesional, karena yang harus ditangani adalah manusia yang hidup.
Kita tidak bisa tahu akan berapa lama musibah ini akan berlangsung. Ketika kita berada dalam sebuah penderitaan yang sangat berat, sepuluh hari rasanya sudah begitu lama. Energi yang harus tersita untuk penanganan bencana ini sungguh luar biasa besarnya. Tantangan yang harus dihadapi tidak hanya sekadar letusan lanjutan yang masih akan terjadi. Debu vulkanik yang dilepaskan dari perut Gunung Merapi sepertinya juga tidak berhenti. Belum lagi lahar panas yang terus dikeluarkan dan itu membentuk sedimentasi yang sangat besar volumenya.
Ancaman lebih lanjut yang harus diantisipasi adalah ketika hujan kelak datang. Sedimentasi yang tertimbun di atas gunung akan terbawa turun ke bawah dan ini akan menjadi kekuatan yang juga bisa mengancam jiwa masyarakat banyak. Letusan Gunung Merapi yang terus terjadi tidak hanya mengancam kehidupan mereka yang tinggal di sekitar kaki gunung. Dampak dari bencana mulai dirasakan oleh masyarakat yang lebih luas. Kegiatan ekonomi di Yogyakarta misalnya, menurun tajam akibat kondisi alam yang sangat tidak bersahabat.
Selain itu juga meletusnya gunung merapi memberi dampak positif dan negatif bagi perekonomian dan bisnis di indonesia dan wilayah merapi dan sekitarnya, sebagai berikut :
Dampak Meletusnya Gunung Merapi Dilihat dari Beberapa Aspek
1. Aspek Kesehatan
· Abu gunung yang mengakibatkan infeksi saluran pernapasan
· Cedera akibat bebatuan gunung
· Luka bakar karena awan panas yang ditimbulkan
· Kekurangan air bersih dan makanan mengakibatkan kelaparan dan dehidrasi
· Kekambuhan atau perburukan penyakit yang sudah diderita para pengungsi
· Kontaminasi makanan yang mengakibatkan keracunan
· Asma
· Gatal-gatal
· Diare
· Tetanus
2. Aspek Psikologis
Masalah selanjutnya dalam pengungsian adalah kondisi psikologis dari korban bencana. Sebagian besar pengungsi mengalami berbagai macam jenis tekanan psikologis akibat bencana tersebut, diantaranya adalah:
a) Stess dengan beragam tingkatan, dari stress ringan sampai stress berat
b) Tertekan di tempat pengungsian, bahkan banyak pengungsi sudah dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa
c) Insomnia tingkat ringan sampai berat
d) Tak bisa memahami realitas atau berperilaku kacau
e) Merasa khawatir dengan masa depan
f) Kerusakan jaringan otak
g) Trauma berat
h) Merasa jenuh
i) Ketakutan
j) Kesepian
k) Labil
Masalah-masalah psikologis yang dialami para pengungsi inilah yang mengakibatkan banyak kerugian, dari terhambatnya peluang untuk mengembangkan diri dan ketidakpastian masa depan.
3. Aspek Sarana Prasarana dan Lingkungan
Bencana ini juga berdampak buruk pada sarana prasarana masyarakat pasca Gunung meletus di Yogyakarta, seperti:
A. Lingkungan Pemukiman Masyarakat
a) Rumah hancur rata dengan tanah
b) Kecelakaan lalu lintas akibat jalan berdebu licin
c) Gedung-gedung pun hancur
d) Sawah dan ladang rusak dan tidak berfungsi
e) Aliran listrik mati
f) Aliran air rusak dan disfungsi
g) Hewan-hewan ternak mati
h) Tanaman dan pohon mati
i) Jalanan umum rusak, licin dan penuh bebatuan
B. Lingkungan Pengungsian
a) Gedung rumah pengungsian sangat tidak layak
b) Atap rumah bocor
c) Terbatasnya tempat tidur
d) Terbatasnya fasilitas MCK dan dapur
e) Terbatasnya pakaian dan makanan
4. Aspek Pendidikan
Meletusnya gunung Merapi juga berdampak pada pendidikan anak-anak. Sekolah mereka terbengkalai, seketika proses belajar terhenti karena sarana sekolah yang telah rata tanah. Namun, pemerintah tetap mencoba memperbaiki keadaan tersebut dengan mendirikan sekolah gabungan, dengan memanfaatkan gedung-gedung yang masih bisa dipakai. Itupun tidak sepenuhnya berjalan dengan efektif, karena anak-anak pengungsi yang belum bisa beradaptasi dengan suasana sekolah yang mereka tumpangi itu. Bahkan, belum cukup kenal teman baru dan adaptasi saja mereka sudah harus dipindahkan lagi ke ‘sekolah’ lain. Nasib sejumlah murid terombang-ambing. Kondisi inilah yang membuat anak-anak bingung dan terpaksa menuruti aturan pemerintah.
5. Aspek Ekonomi
Masalah utama yang dialami para korban bencana dilihat dari aspek ekonomi adalah kehilangan mata pencaharian. Dan menurut seorang pengamat ekonom, para pengungsi letusan Gunung Merapi membutuhkan pengalihan lapangan pekerjaan karena lahan pertanian tidak dapat langsung digunakan kembali, seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Bagaimanakah Relokasi dan Penanganan Korban Bencana Merapi?
Manajemen penanganan bencana yang kurang terencana membuat pemetaan kawasan rawan bencana, pengungsi, lokasi pengungsian, tanggap darurat, dan mobilisasi alat berat kurang tepat.
Menurut kelompok kami, alangkah baiknya pemerintah atau kepala koordinator penanganan bencana Merapi lebih merencanakan, memepertimbangkan mengenai relokasi pengungsi agar tidak menghasilkan keputusan yang gegabah. Coba perhatikan penanganan dari berbagai macam aspek, dari aspek budaya, sosial, ekonomi, dan geografi.
a) Apakah lahan yang direncanakan sudah berada di posisi aman?
b) Apakah lahan yang digunakan kapasitasnya mampu menampung jumlah pengungsi?
c) Apakah lahan yang direncanakan mampu membantu, memperbaiki dan menunjang matapencaharian masyarakat yang hilang?
d) Berapakah dana yang disediakan pemerintah?
e) Bagaimana konstruksi gedung pengungsian yang akan dibuat?
f) Bagaimana penataan antara gedung pengungsian satu dengan gedung pengungsian lainnya?
g) Bagaimanakah dampak sosial yang akan terjadi dari relokasi yang direncanakan?
h) Bagaimanakah dampak budaya yang dianut masyarakat terhadap relokasi bencana?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang sebaiknya diperbincangkan lebih dulu oleh pemerintah. Bencana yang terjadi diluar dugaan ini pastinya akan menimbulkan tindakan-tindakan gegabah dari pihak pemerintah, karena melihat kondisi warga yang panik dan menelan korban banyak, sehingga pemerintah memilih untuk membuat posko-posko dadakan dan seadanya yang padahal justru memunculkan banyak efek negatif bagi para pengungsi.
Dilihat dari aspek sarana prasarana dan lingkungan, banyak ketidak tersediaan sarana-sarana primer yang sangat dibutuhkan oleh para pengungsi. Kondisi ruangan yang sempit dan berdesakan, kamar mandi yang terbatas dan tidak layak, dapur, makanan, pakaian, tempat tidur yang sedikit, akan memunculkan stress dan perasaan tertekan dari sisi psikologis mereka. Ditambah lagi bagi para pengungsi yang kehilangan sanak saudaranya, kondisi pengungsian yang tidak nyaman, apa-apa yang dibutuhkan tidak tersedia, stress dan kesedihan yang mendalam menyerang, dan kondisi kesehatan menurut hingga akhirnya sakit. Semua itu saling berkaitan satu sama lain.
Menurut Psikologi Lingkungan, manusia itu memerlukan tempat tinggal yang aman, nyaman, dan memberika privasi, tempat kerja dan alat-alat yang memungkinkan manusia bekerja optimal. Namun berbanding terbalik bila kondisi lingkungan di lokasi pengungsian yang tidak memberikan keamanan dan kenyamanan tersebut.
Alangkah baiknya, pemerintah mempertimbangkan secara lebih mendalam mengenai efek jangka panjang dari pembuatan posko dadakan yang tidak memberikan kepastian perubahan. Beri arahan yang bijaksana kepada masyarakat untuk relokasi bencana, karena akan banyak warga yang menolak untuk pindah dari rumahnya jika pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk memberi pengarahan yang baik untuk masyarakat dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda ini. Kondisi pengungsian yang padat dan penuh sesak membuat para pengungsi sulit beradaptasi, dan sulit berinteraksi secara optimal.
Sekarang saatnya ciptakan kondisi pengungsian yang lebih baik agar jumlah pengungsi yang mengalami gangguan psikologis bisa menurun. Berikan tempat relokasi yang tepat, tepat lahannya, tepat posisinya, tepat pengeluaran dananya, tepat konstruksi bangunannya, tepat menyediakan sarana utamanya, dan mempunyai resiko kecil untuk terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti, perombankan ulang bangunan karena ternyata jarak tempat pengungsian dan daerah rawan benacana masih masuk area ‘awas’.
Walau bagaimanapun, kita tidak bisa memisahkan aspek-aspek itu semua dalam melakukan relokasi kepada para pengungsi. Pertimbangan yang cepat dan tepat akan memperbaiki keadaan, dibandingkan asal menempatkan lokasi pengungsian
Penanganan Korban Bencana Merapi secara Umum
Terkait dengan hal-hal tersebut, masyarakat sebaiknya lebih mematuhi aturan-aturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Untuk meminimalisir dampat Merapi bagi kesehatan, sebisa mungkin patuhi batas lokasi aman yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan sedapat mungkin masyarakat mengurangi aktifitas-aktifitas fisik yang bisa membuat terhirupnya debu-debu akibat letusan. Bilaupn keluar rumah, gunakan makser dan pakaian yang tertutup. Lapor dan segeralah berobat ke fasilitas kesehatan terdekat jika sakit. Bila memang sudah mengidap penyakit kronik, maka segeralah hubungi dokter yang biasa menangani atau setidaknya mempersiapkan obat-obatan rutin yang biasa dikonsumsi. Jaga daya tahan tubuh, makan makanan bergizi dan bersih, serta cukup istirahat. Untuk pengungsi anak-anak sebaiknya jangan terlepas dari orangtua mereka, dan bagi anak-anak yang orangtuanya telah menjadi korban agar pemerintah mengambil alih pertanggungjawabannya.
Dari segi psikologis, banyaknya relawan yang ikut serta membantu menyediakan jasa-jasa yang berperan untuk memulihkan psikologis korban bencana terutama anak-anak ini merupakan salah satu penanganan yang baik untuk dilakukan. Mendirikan posko-posko kesehatan di setiap pengungsian rupanya juga bermanfaat untuk membantu menstabilkan kejiawaan para pengungsi yang baru saja kehilangan sanak saudara, harta benda, pekerjaan, dan masa depan mereka. Alangkah baiknya psikolog-psikolog pun ikut andil dalam penanganan psikologis korban. Korban-korban yang mengalami stress, depresi, tertekan, ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kelabilan, kejenuhan bahkan sampai yang mengalami kerusakan otak pun, dibantu dengan terapi-terapi psikologi.
Perasaan kesepian ditengah keramaian pastilah terjadi. Apalagi bagi yang baru saja ditinggalkan, perasaan sendirian dan kesepian menjadi bagian yang mendominasi dari dirinya. Kesepian adalah perasaan yang timbul jika harapan untuk terlibat dalam hubungan yang akrab dengan seseorang tidak tercapai (Peplau dan Perlman, 1981) timbul karena kehilangan, ditinggal pergi oleh orang yang disayangi, bahkan kematian. Sifatnya berupa perasaan dan subjektif. Maka dari itu, butuh motivasi dan pembangkit untuk korban-korban yang mengalami perasaan-perasaan seperti ini.
Belum lagi anak-anak yang mengalami trauma dan ketakutan akibat bencana ini. Menurut Sigmund Freud, dalam tahap psikoseksual, apapun yang terjadi dimasa dewasa seseorang disebabkan oleh masa traumatik pada masa kanak-kanak. Sebisa mungkin para Psikolog meminimalkan bahkan menetralkan traumatik ini sedini mungkin, sebelum berdampak buruk bagi masa depan anak.
Para relawan dan psikolog seyogyanya harus mempunyai emotional support yaitu ekspresi perasaan yang memperlihatkan adanya perhatian, simpati dan penghargaan terhadap orang lain. Emotional support juga mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberikan perasaan nyaman kepada orang lain yang sedang dalam kondisi tertekan dan bermasalah. Kemampuan ini erat hubungannya dengan kemampuan untuk memberikan afeksi dan empati. Dan kemampuan ini sangatlah dibutuhkan dalam membantu manangani psikologis korban bencana.
Kembali lagi membahas mengenai penanganan yang baik untuk para pengungsi, yakni dengan asupan spiritual. Para relawan dan psikolog juga bisa membantu menjembatani proses ini dengan terapi-terapi yang dilakukan. Anjuran untuk lebih mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa merupakan jalan terbaik untuk memasrahkan keadaan yang dihadapi, untuk menengkan diri dan memperkuat keyakina bahwa setelah kejadian ini akan ada masa depan yang lebih baik lagi.
Hiburan juga bisa dijadikan alat untuk mengurangi tingkat kejenuhan pengungsi di posko-posko, seperti bermain permainan-permainan sederhana bersama anak-anak, mengadakan perlombaan dengan menyelipkan asuan-asupan motivasi kepada pengungsi. Motivasi adalah kecenderungan yang timbul pada seseorang untuk melakukan sesuatu aksi atau tindakan dengan tujuan tertentu yang dikehendakinya. Dengan motivasi, kita akan mengukur perilaku orang, bagaimana ia memberi perhatian, mengetahui relevansi antara motivasi dan kebutuhannya, kepercayaan dirinya dan hasil yang dirasakannya setelah ia melaksanakan motivasi.
Menangani mereka-mereka yang stress bagaimana?
Gangguan-gangguan seperti yang dialami para pengungsi dapat disebut juga sebagai gangguan psikosomatik yang tidak terlepas dari berbagai stresor psikososial dimana setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga ia harus menyesuaikan diri dan menanggulangi segala perubahan yang timbul. Jenis-jenis stresor yang timbul misalnya: (1) stresor sosial seperti masalah pekerjaan, masalah ekonomi, masalah pendidikan, masalah keluarga, hubungan interpersonal, perkembangan, penyakit fisik, masalah kekerasan rumah tangga (2) stresor psikis seperti perasaan rendah diri, frustasi., malu, merasa berdosa. (3) stresor fisis (panas, dingin, bising, bau yang menyengat, banjir) dan lain-lain.
Mungkin ketidakpastian perubahan inilah yang menjadi masalah. “Sampai kapan begini terus?”. Namun kesediaan menolong tanpa pamrih dari para relawan, dan kegigihan serta ketulusan hati para relawan akan mampu menumbuhkan keyakinan dan kekuatan para korban untuk mau berusaha menata kehidupan yang baik lagi. Sifat menolong tanpa pamrih yang dilakukan relawan semacam ini disebut dengan Altruisme. Konsep teori ini dikemukakan oleh Fultz, Badson, Fortenbuch, dan Mc Carthy (1986) yang mengatakan bahwa tindakan prososial semata-mata dimotivasi oleh perhatian terhadap kesejahteraan orang lain (si korban). Tanpa adanya empati, orang yang melihat kejadian darurat tidak akan melakukan pertolongan, jika ia dapat mudah melepaskan diri dari tanggung jawab untuk memberi pertolongan.
Lain cerita mengenai kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat letusan Merapi. Sebaiknya ditindaklanjuti oleh pemerintah, karena ini menyangkut pengeluaran dana bencana yang dikelola oleh pemerintah. Penyediaan lahan untuk bekerja kembali, memberikan modal dengan tepat dan merata kepada pengungsi, dengan konsep yang matang.
Apapun yang kini telah dan sedang terjadi, para pengungsi diharapkan bisa menjalani dengan ikhlas dan pasrahkan kepada Tuhan. Dampak yang ditimbulkan atas bencana ini memanglah besar, kita tidak bisa menolak, namun kita semua bisa merubahnya dan memperbakinya. Perencanaan yang terstruktur, kesabaran para korban, dan keinginan untuk berubah akan menjadi kekuatan besar untuk sebuah masa depan yang lebih baik. Dan bagi para pemerintah diharapkan agar lebih serius dalam menanggapi dan menangani masalah relokasi dan pembenahan tempat pengungsian serta mempertimbangkan efek jangka panjang dari setiap keputusan yang diambil baik itu efek internal dan efek eksternal.
Dampak Positif Bagi Bisnis dan Perekonomian
· Menambah kesuburan kawasan sekitar merapi, sehingga dapat ditumbuhi banyak pepohonan dan dapat dimanfaatkan untuk pertanian dalam waktu beberapa tahun kedepan
· Dapat dijadikan objek wisata bagi wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara setelah Gunung Merapi meletus
· Hasil erupsi (pasir) dapat dijadikan mata pencaharian seperti penambangan pasir dan karya seni dari endapan lava yang telah dingin.
· Aktifitas gunung api dapat menghasilkan geothermal atau panas bumi yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari
· Sisa-sisa aktivitas Gunung Merapi dapat menghasikan bahan-bahan tambang yang berguna dan bernilai tinggi. Seperti belerang, batu pualam dan lain-lain.
· Membangkitkan industri semen dan industri yang berkaitan dengan insfrastuktur bisa bangkit, termasuk bisa menyerap banyak tenaga ahli untuk memulihkan infrastruktur dan sector lainnya di kawasan terkena musibah.
· Terjadinya disribusi keadilan ekonomi, dengan banyaknya sumbangan dari para dermawan.
Dampak Negatif Bagi Bisnis dan Perekonomian
· Merusak pemukiman warga sekitar bencana
· Menyababkan kebakaran hutan (Bencana Merapi)
· Pepohonan dan tumbuhan yang ditanam warga sekitar banyak yang layu, bahkan mati akibat debu vulkanik, begitu juga dengan ternak warga banyak yang mati akibat letusan Gunung Merapi
· Menyebabkan gagal panen
· Matinya infrastruktur
· Terhentinya aktivitas mata pencaharian warga sekitar bencana
· Pemerintah harus mengeluarkan biaya yang tidak terduga untuk memperbaiki infrastruktur yang telah rusak akibat bencana
· Terhentinya industri periwisata, seperti pasar Malioboro dan Candi Borobudur (Bencana Merapi)
· Bandar udara tidak dapat beroperasi atau tidak dapat melakukan penerbangan karena debu vulkanik yang dihasilkan oleh letusan Gunung Merapi dapat menyebabkan mesin pesawat mati
· Mengganggu hubungan komunikasi, jaringan listrik terputus dan aktifitas masyarakat lumpuh
5 (lima) dampak kesehatan akibat letusan gunung Merapi yaitu pertama luka bakar dengan berbagai derajat keparahannya. Kedua, cedera dan penyakit langsung akibat batu, kerikil, larva dan lain-lain. Ketiga, dampak dari abu gunung merapi yaitu berbagai jenis gas seperti Sulfur Dioksida (SO2), gas Hidrogen Sulfida (H2S), Nitrogen Dioksida (NO2), serta debu dalam bentuk partikel debu (TotalSuspended Particulate atau Particulate Matter). Ke empat, perburukan penyakit yang sudah lama diderita pasien/pengungsi, dan kelima, kecelakaan lalu lintas akibat jalan berdebu licin, jatuh karena panik, serta makanan yang terkontaminasi, dan lain-lain.
Terkait dengan kelima hal tersebut, Tjandra menganjurkan kepada masyarakat untuk:
1. Patuhi secara penuh batas lokasi aman yang sudah ditetapkan, yang hari ini adalah 20 Km.
2. Untuk yang di luar 20 Km maka sedapat mungkin menghindarkan diri dari menghisap debu/abu berlebihan, misalnya membatasi aktifitas fisik yang tidak perlu (jangan jogging dulu misalnya kalau debu pekat), menggunakan masker dan lain-lain.
3. Kalau sakit maka segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat.
4. Kalau memang sudah ada penyakit kronik, maka segera menghubungi dokter yang biasa menangani atau setidaknya mempersiapkan obat-obatan rutin yang biasa dikonsumsi.
5. Jaga daya tahan tubuh, makan bergizi dan bersih, cukup istirahat, hati-hati dengan KLL dan lain sebagainya.
Sekarang ini orang pasti akan menghindar untuk datang ke kota-kota di sekitar Gunung Merapi. Kalau tidak ada hal yang terlalu penting, pasti orang akan menunda kunjungannya ke kota-kota itu. Akibatnya, hotel-hotel untuk sementara waktu pasti akan sepi oleh tamu. Para pedagang makanan otomatis akan juga tidak banyak kedatangan pelanggannya. Demikian pula para pedagang cindera mata untuk sementara sepi pengunjung. Debu vulkanik yang dilepaskan ke udara, dilaporkan sudah menyebar jauh keluar Yogyakarta. Bahkan dilaporkan debu terbawa angin sampai jauh ke Bogor. Ini tentunya bisa mengancam keselamatan penerbangan, karena debu-debu itu bisa merusak mesin pesawat terbang.
Pengalaman ketika Gunung Galunggung melepaskan debu vulkanik yang begitu besar, sempat membuat pesawat British Airways mendarat darurat di Jakarta karena kerusakan mesin akibat kemasukan abu Gunung Galunggung. Karena itu ketika terjadi letusan Gunung Merapi di Eslandia, seluruh penerbangan dari dan menuju Eropa dihentikan untuk beberapa lama. Hari Sabtu ini kita mendengar kabar bahwa penerbangan dari Singapura dan Hongkong menuju Jakarta untuk sementara dihentikan. Maskapai penerbangan seperti Singapore Airlines dan Cathay Pacific tidak mau mengambil risiko akan terjadinya bahaya yang fatal.
Semua persoalan ini sengaja saya angkat untuk mengajak kita tidak menganggap enteng persoalan yang sedang dihadapi. Letusan Gunung Merapi dan juga bencana tsunami di Kepulauan Mentawai merupakan musibah yang harus dihadapi dengan penuh keseriusan dan sungguh-sungguh ditangani. Kita masih tidak habis mengerti apabila pemerintah masih menganggap bencana Gunung Merapi sebagai bencana daerah. Ketika dampaknya sudah jauh ke mana-mana, pemerintah masih menganggap bencana ini sebagai bencana berskala lokal.
Gambar penderitaan akibat bencana alam:
Sumber :
1. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2010/10/29/brk,20101029-288080,id.html
2. http://id.wikipedia.org/
6. http://devianggraeni90.wordpress.com/2011/01/12/penanganan-dan-relokasi-korban-bencana-gunung-merapi-yogyakarta-2/
Artikelnya lengkap sekali....
BalasHapus