'http://twitter.com/novitriarianty, My name is Novi Tri Arianty. I was born on 07 November 93. I ♥ Purple, pink and green. I ♥ Psikologi and Biopsikologi. Novi Tri Arianty: April 2012

Selasa, 03 April 2012

Dampak Buruk karena Sering Mengonsumsi Junk Food


REPUBLIKA.CO.ID, Hati-hati! Makan junk food secara teratur ternyata dapat membuat orang yang mengkonsumsinya merasa tertekan. Seseorang yang rutin mengkonsumsi junk food berisiko 51 persen lebih mudah terserang depresi dibanding yang jarang atau tidak pernah mengonsumsinya. Sebuah penelitian yang diterbitkan Journal of Public Health Nutrition menunjukan, makan junk food memiliki dampak negatif pada kesehatan mental seseorang. Penelitian tersebut menerangkan, orang yang rutin mengonsumsi junk food memiliki kecenderungan untuk lebih mudah tertekan.  
Sebuah studi menunjukkan orang yang sering makan hamburger, hotdog dan pizza 51 persen lebih mungkin terkena depresi dibandingkan mereka yang jarang atau tidak pernah makan. Studi tersebut melibatkan hampir sembilan ribu peserta yang sebelumnya didiagnosa belum pernah terserang depresi. Selain mudah terkena terserang depresi mereka juga cenderung tidak memiliki pasangan, kurang aktif, perokok dan bekerja lebih dari 45 jam seminggu. 
Junk Food Bikin Otak Rusak
Junk Food Bikin Otak Rusak
Ghiboo.com - Menjamurnya restoran junk food membuat tingkat konsumtif akan makanan itu meningkat. Makanan tak sehat yang mengandung kalori dan lemak jenuh tinggi ini memiliki dampak negati lebih selain buruk bagi kesehatan jantung. Mulai kini berpikirlah dua kali untuk mengonsumsinya. Zeenews.india.com pada awal Januari 2012 mengungkapkan sebuah penelitian yang menunjukkan kandungan lemak jenuh tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
Peneliti dari University of Washington School of Medicine mengamati otak tikus yang dipelihara dan kemudian diberikan makanan dengan lemak tinggi. Tikus mengalami cedera pada hipotalamus, sebuah area otak yang mengontrol nafsu makan, termasuk keinginan untuk makan dan memberikan sinyal untuk berhenti makan ketika perut sudah terasa penuh.
Penelitian juga menemukan tanda-tanda kerusakan di daerah otak yang sama pada orang yang mengalami kegemukan. Peneliti Michael Schwartz beranggapan bahwa obesitas juga berhubungan dengan peradangan di hipotalamus. Para peneliti lalu membandingkan tikus yang diberi makanan berlemak tinggi dengan tikus yang diberi makanan biasa selama empat minggu. Pada minggu pertama, peneliti menemukan gliosis pada tikus yang diberi makanan berlemak tinggi, pertumbuhan berlebihan dari sel-sel yang merupakan sebuah tanda bahwa otak telah mencoba untuk menyembuhkan diri dari cedera. 
Peneliti juga menemukan bahwa meskipun perbaikan otak itu efektif, peradangan di gliosis terus bertambah selama hewan tetap makan makanan berlemak tinggi. Selain itu, hasil scan otak dari 34 orang sehat, mulai dari gendut hingga kurus, mengungkapkan bahwa hubungan antara berat badan dan gliosis manusia mirip dengan apa yang ditemukan pada tikus.